Hi Guys,,,
Ketemu lagi bersama saya sang pembawa informasi.,, hehehe.
Ketemu lagi bersama saya sang pembawa informasi.,, hehehe.
Kali ini kita akan membahas tentang Tinju Adat Tradisional Ala Kampung Wae yang merupakan suatu seremonial adat yang biasa dilaksanakan di kampung Wae.
Nah guys,, kita tahu bahwa pertarungan fisik selalu diidentikan dengan simbol keperkasaan seseorang. Mungkin jika ada yang kalah dalam sebuah pertarungan semua orang mencemoohkannya.
Jika sang pemenang mengangkat kedua tangan sebagai tanda kemenangan, para penonton langsung bertepuk tangan dan semuanyalarut dalam suasana saling mengolok atau saling mengangungkan sang jagoan. Sehingga dapat menimbulkan kekacauan dan orang yang mengalami kekalahan akan menyimpan dendam yang sangat dalam.
Namun cerita seperti itu tidak akan terjadi jika sang jagoan berlaga dalam arena sudu.
Sudu adalah seremonial pagelaran tinju adat untuk menguji kejantanan antara pemuda di Kabupaten Nagekeo, Flores, Nusa Tenggara Timur. Sudu berarti tinju adat dalam bahasa Lokal. Sudu atau tinju adat ini berbeda dengan tinju profesional. Para petarung menggunakan kepo sebagai sarung tinju yang terbuat dari anyaman ijuk. Petarung hanya boleh memukul lawannya dengan tangan yang memakai kepo tersebut sedangkan tangan satunya hanya digunakan untuk menangkis.
Seremonial adat ini biasa dilaksankan pada bulan Juni-Juli dan merupakan satu kesatuan dari serangkaian acara adat yang dilakukan warga sejak mulai dari menanam sampai panen hasil di kebun. Menurut penuturan beberapa tokoh adat setempat, lazimnya setiap ritual adat termasuk sudu, wajib diselenggarakan di depan sa’o waja (rumah adat) sebagai pusat kebudayaan masyarakat setempat.
Selain itu di tengah kampung terdapat peo, yaitu kayu bercabang dua yang dipasang pada tugu bundar dari batu bersusun. Peo melambangkan persekutuan dan persatuan masyarakat Nagekeo. Sehari sebelum pagelaran tinju adat itu diselenggerakan, masyarakat sudah memadati pusat perkampungan untuk merayakan malam pemanasan arena pertarungan atau disebutbana loka yaitu malam pertunjukan seni tari. Sejak malam, suasana sudah mulai ramai karena ada acara pertunjukkan seni tari dari berbagai kampung yang ada wilayah tersebut.
Salah satu jenis tarian khas daerah Nagekeo adalah dero, yaitu tarian yang dipentaskan bersama oleh semua orang yang hadir pada malam itu dan membentuk lingkaran besar dengan menyanyikan lagu riwu mai moni yang artinya datang dan saksikan. Upacara tinju adat menjadi tontonan menarik karena masing-masing kampung akan mengutus para petarung terbaik mereka untuk berlaga di atas arena. Selain menyaksikan aksi petarung mereka dalam arena pertarungan, mereka juga akan memberikan semangat lewat iringan musik yang terbuat dari bambu.
Kesamaannya dengan olahraga tinju profensional, tinju tradisional ini juga berlangsung di arena dan ditonton banyak orang. Petinjunyapun juga terdiri dari dua orang pria. Keduanya saling meninju namun petinju sudu tidak menggunakan sarung tangan. Hanya salah satu tangan petarung dililitkepo yang terbuat dari anyaman ijuk. Alat ini digunakan sebagai senjata untuk melumpuhkan lawan. Tidak ada ketentuan pasti dalam aturan ronde. Sudu langsung saja dihentikan bila salah satu petarung jatuh atau mengeluarkan darah ataupun mengalah. Pada umumnya tinju adat ini berlangsung antara dua sampai lima menit, tergantung kekuatan masing-masing petarung. Sudu dipimpin oleh wasit yang disebutseka. Ada dua sampai tiga orang yang menjadi seka. Selain wasit, ada juga petugas yang disebut sike yang terdiri dari dua orang dan bertugas untuk mengendalikan masing-masing petarung agar tidak membabibuta menyerang dan melukai lawan. Sike bisa dengan mudah melaksanakan tugas karena memegang ujung bagian belakang sarung yang dikenakan petarung. Apabila pertarungan sudah dianggap di luar batas, sike hanya menarik ujung kain menjauhkan petarung dari lawannya.Ada juga petugas lain yang disebut gae sudu. Petugas tersebut terdiri dari dua sampai empat orang dan bertugas untuk mencari petarung berikutnya yang ada di sekitar arena pertarungan. Atau siapa yang berniat bertinju dan segera mengatur jadwal pertandingannya.
Ada juga yang dinamakan mandor adat, tugasnya adalah mengawasi penonton yang berada di luar arena agar tidak masuk ke dalam arena.Kaum perempuan termasuk ibu-ibu, juga turut ambil bagian dalam acara tersebut. Tapi tidak sebagai petarung. Mereka hanya sebagai penonton yang berada jauh dari arena pertarungan dan memberikan suara atauwuku yakni seruan atau teriakan untuk memberikan semangat kepada para petarung.Di kampung Wae Desa Kelewae Kecamatan Boawae,sudu diawali oleh pertarungan antara dua orang pemuda dari kampung tersebut. Kemudian, disusul oleh pertarungan-pertarungan peserta lain.Namun pada umumnya, tinju adat pada pagi hari biasanya dinamakan sudu ana co’oyakni tinju yang pesertanya terdiri dari anak-anak untuk pemanasan arena dan sebagai tanda acara tinju sudah dimulai.
Sedangkan pada pagi menjelang siang hari dinamakan sudu ata gesuyaitu diikuti oleh peserta orang dewasa dari berbagai kampung.Sudu ata gesu ini diidentikkan dengan sudu yang sebenarnya. Petarungnya pun merupakan utusan dari daerah-daerah tertentu. Walaupun memiliki makna yang sama, dan juga ada beberapa istilah dan kemasan acara yang berbeda antara satu suku dengan suku lainnya di Nagekeo dalam menyelengarakan tinju adat atau sudu ini. Setiap kali usai pertarungan, para petarung saling berangkulan sebagai lambang persaudaraan dan sportifitas. Mereka dilarang keras saling menyimpan dendam dan bertarung di luar arena. Jika hal itu terjadi, mereka akan mendapat musibah.
Masyarakat setempat percaya bahwa luka petarung dalam ritual adat sudu itu akan cepat sembuh. Petarung yang luka biasanya langsung menghadap kepala adat pada suku yang menyelenggarakan acara tinju tersebut atau yang disebut moi buku. Dengan sekali usapan luka petarung perlahan-lahan akan segera sembuh. yahh mungkin itu saja informasi dari saya, semoga bermanfaat!!! hehehhe
komentar yaaa,,,,,,